Senin, 15 Oktober 2018

Belorundun, dan Kisah di Limbong Bura-Bura

Alkisah, di Buntu Lolok (terletak di Mongsia, sekarang Desa Sanggalangi’ Kecamatan Rantebua) lahir seorang gadis yang sangat cantik. Gadis tersebut bernama Belorundun adalah putri dari Puang Ri Lolok. (Dalam bahasa Toraja, Belorundun diartikan perhiasan yang sangat cantik). Kecantikan Belorundun sudah tersebar tidak hanya di dalam kampungnya sendiri tetapi juga terkenal hingga ke luar kampung. Oleh karena itu, banyak pemuda yang tertarik dan ingin mempersuntingnya. Seiring dengan waktu, Belorundun mulai dewasa atau memasuki usia berumah tangga di jaman itu. Sngkat cerita, banyak pemuda berniatnya mempersunting Belorundun. Karena sayangnya kepada anaknya Belorundun, maka Puang Ri Lolok memberikan kepercayaan kepada Belorundun untuk menentukan siapa pemuda atau laki-laki yang akan menjadi suaminya kelak. Dikisahkan ada 8 pemuda yang datang melamar sang putri.
Ke-8 pemuda tersebut bukanlah pemuda biasa, tapi mereka adalah anak dari 8 kapungan pada masa itu. Entah apa yang ada di dalam benak Belorundun pada saat itu sehingga dia tidak dapat menentukan pilihan dari 8 (delapan) anak muda tersebut. Pada akhir kisahnya, ke-8 pemuda tersebut semuanya diterima oleh sang putri. Keputusan sang putri Belorundun, diluar nalar pada saat itu, terlebih orang tuanya Puang Ri Lolok. Puang Ri Lolok tidak menerima keputusan dari anaknya. Puang Ri Lolok marah besar sehingga mengucapkan kata-kata yang sangat menyakiti hati Belorundun, putrinya. Karena sakit hati dan menyesal, maka Belorundun melarikan diri dari rumahnya. Akhirnya Belorundun lari ke Bura-Bura, Limbong di Bura-Bura. Setelah Puang Ri Lolok mengetahui apa yang dilakukan oleh putrinya, Belorundun maka tersentuh hatinya dan menyesal. Puang Ri Lolok mulai berdoa dan mohon ampun kepada Tuhan (massalu-salu dan ma’tingga’ langngan to Tumampana). Dalam doa Puang Ri Lolok kiranya putrinya Belorundun naik kembali dari Bura-Bura, Puang Ri Lolok merayok (bernazar untuk mengucap syukur jika permohonannya terkabulkan). Istilah merayok merupakan istilah yang digunakan dalam Aluk To Dolo (Parandangan/Animisme). Doa dan permohonan Puang Ri Lolok terkabulkan oleh to Tumampana (Sang Pencipta-Nya). Belorundun naik kembali dengan titian orang-orang (orang berbaris-baris sebagai pijakan yang berfungsi sebagai jembatan) dari liku Bura-Bura ke rumah Puang Ri Lolok bersama dengan 7 (tujuh) gadis. Belorundun kende’ diong mai liku Bura-Bura umpakarua kalena. (tujuh gadis inilah menjadi istri dari tujuh anak kapuangan lainnya, yang sebelumnya datang melamar).

Ketika Belorundun sudah kembali ke rumah, Puang Ri Lolok (juga dikenal Lea Tabang) mulai mempersiapkan pesta besar sebagaimana nazarnya (tingga’na). Orang-orang sudah mulai menyanyi (manyimbong) setiap malam dan sepanjang malam itu. Pesta dilakukan selama sembilan hari sembilan malam, yakni pada hari pertama, orang sudah mulai mempersiapkan kayu bakar untuk persiapan pesta. Hari kedua, membersihkan sumur, yakni sumber air minum untuk kebutuhan pesta. Hari ketiga, ma’rambu pare (mengeringkan padi dengan cara mengasapi) untuk kebutuhan pesta. Hari keempat, menumbuk padi. Hari kelima, menakar beras. Demikian juga pada hari keenam, ketujuh, kedelapan dilakukan persiapan. Pada hari kesembilan, tibalah saatnya puncak acara yakni mengucap syukur dengan korban bakaran (ma’pesung atau ma’pakande Deata) akhirnya tingga’ (nazar) Puang Ri Lolok selesai. Belorundun Akhirnya Menikah Belorundun akhirnya menikah dengan Tandi Siki, anak dari Puang Ri Biduk. Dari hasil perkawinannya, Belorundun melahirkan 5 orang laki-laki. Berikut keturunan dari Belorundun dengan Tandi Sikki, Putra Puang Ri Biduk: 1. Rante Danun, tinggal di Sudu (sekarang Desa Sanggalangi’ Kecamatan Rantebua) 2. Puang Ri Ta’ba’, tinggal di Ta’ba’ (sekarang Kecamatan Basse Sangtempe’) 3. Paodonan (Lumika’ Desa Sanggalangi’) 4. Paetong (ke Bilonga, sekarang Desa Mappetajang Kecamatan Basse Sangtempe’ menikah dengan Ko’bo’) 5. Pasopok (ke Bilonga, sekarang Desa Mappetajang Kecamatan Basse Sangtempe’ menikah dengan Saelongna) Ko’bo’ istri Paetong dan Saelongna istri Pasopok adalah dua bersaudara. Perkawinan semacam ini dikenal sebagai ma’tibang rinding. Perkawinan semacam ini pada zaman dulu sampai sekarang masih banyak dilakukan, karena pada zaman itu mungkin karena penduduk masih kurang sehingga sulit untuk mencari pasangan yang memiliki status yang sederajat. Paetong ke Noling Paetong dan Pasopok merupakan pendekar yang sangat disegani pada zamannya. Kedua bersaudara ini selalu bersama-sama dan merupakan kelompok yang disegani dan ditakuti lawan. Mereka bahkan sampai di Padang Wiring, Tallu Lembangna Kabupaten Tana Toraja. (Bukti tengkorak hasil perang mereka disusun menjadi benteng di Buntu namun karena musim kemarau panjang yang mengakibatkan hutan di sekitar Buntu mengalami kekeringan, sehingga entah bagaimana hutan di sekeliling benteng tengkorak tersebut kebakaran, yakni sekitar 30 tahun lalu sehingga tengkorak tersebut habis terbakar). Tersebutlah pada suatu hari ketika sekembalinya dari Padang Wiring, Tallu Lembangna, keduanya berselisih paham terkait pembagian jarahan perang (rampa), yakni kerbau sokko (kerbau dengan tanduk yang menghadap ke bawah) dan orang jarahan yang namanya Pa’ (sekarang keturunannya banyak di Malenyong). Karena perselisihan kedua kakak beradik tersebut, maka Paetong (Pong Lea) pergi ke daerah Noling di Buntu Batu bersama istrinya Ko’bo’. Paetong atau Pong Lea selama tinggal di Buntu Batu melahirkan keturunan yakni: 1). Palondongan (II) ke Bua (Kecamatan Bua); 2). Pasiakan (II) ke Pondan (orang di mallappa’na menyebutnya Ponrang); dan 3). Bolong tinggal di Buntu Batu, Noling menjadi To Makaka Buntu Batu. (Keterangan: Palondongan (I) dan Pasiakan (I),merupakan anak dari Puang To Bulukuse dan To Ma’gallang.

Suatu ketika saudaranya Paetong yakni Pasopok mulai merindukan saudaranya, maka Pasopok berpura-pura pergi berburu babi hutan ke daerah Noling bersama dengan orang-orang suruhannya dan anjing pemburu sebanyak 37 ekor. Pasopok melepaskan anjing pemburunya lalu diperintahkan untuk mencari Paetong dan Ko’bo’. Anjing dari Pasopok pun pergi mencari Paetong sesuai dengan yang diperintahkan oleh tuannya. Singkat cerita, anjing-anjing tersebut berhasil menemukan orang yang dicarinya. Tidak lama anjing-anjing tersebut kembali ke tuannya menyampaikan kalau mereka telah mendapatkan orang yang dicari-cari. Pasopok lalu segera menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh anjing-anjing suruhannya tersebut. Setelah Pasopok sampai dan menjumpai Paetong saudaranya tersebut, mereka saling berpelukan dengan eratnya karena kerinduan yang mendalam karena sudah lama tidak berjumpa. Pasopok lalu mengutarakan niatnya untuk mengajak Paetong kembali ke Bilonga. Paetong lalu menerima permintaan saudaranya. Maka merekapun kembali ke Bilonga bersama dengan istrinya, Ko’bo’ yang sedang mengandung. Ketika dalam perjalanan pulang ke Bilonga, Ko’bo’ melahirkan seorang bayi perempuan di tengah perjalanan lalu diberi nama Tangnga Lalan karena lahir di tengah jalan (tangnga = tengah, lalan = jalan, artinya di tengah jalan. Selama dalam perjalanan, bayi Tangnga Lalan selalu digantung di atas pohon agar tidak dimakan oleh binatang hutan ketika beristirahat. Setelah di Bilonga, Tangnga Lalan tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik dan rupawan. Sejak lahir, rambut Tangnga Lalan tidak pernah dipotong dan dibiarkan tumbuh panjang. Tangnga Lalan sangat disayang karena merupakan anak perempuan satu-satunya. Tangnga Lalan "dipatumbang", yakni tidak boleh turun ke tanah kecuali digendong ke batu (batu yang berada di depan rumah yang dijadikan tempat duduk-duduk pada waktu pagi dan sore hari) dan ke lumbung untuk duduk-duduk menjalani hari-harinya. Pada suatu hari seorang pemuda namanya Lunjan dari Ledan bersama dengan teman-temannya pergi berburu babi hutan ke daerah sekitar Bilonga. Lunjan dan teman-temannya telah mendapatkan buruannya, yakni babi hutan namun mereka tidak mempunyai api untuk membakarnya. Kemudian disuruhnyalah teman seperburuannya memanjat naik ke atas pohon untuk melihat-lihat sekiranya ada rumah di sekitar untuk dapat memperoleh api. Naiklah orang yang disuruhnya tersebut dan terlihatlah di sana (di Bilonga) ada asap yang menandakan bahwa di sana ada rumah. Maka disuruhnya beberapa orang untuk pergi ke rumah tersebut untuk mengambil api. Sesampainya di rumah tersebut, mereka meminta api. Selain berhasil mendapatkan api, mereka juga melihat seorang gadis cantik yang rambutnya sangat panjang tujuh kali lipatan dari belakang dan muka rumah sauran. Setelah orang tersebut berhasil mendapatkan api, mereka lalu kembali ke tempat mendapatkan babi hutan hasil buruannya untuk membakar hasil buruannya. Selain membawa pulang api, juga menceritakan pula bahwa ada seorang gadis cantik dengan berambut panjang di rumah tadi (rumah di Bilonga) kepada Lunjan sang pemburu. Lunjan sangat penasaran dan ingin melihat apa yang diceritakan kepadanya. Lunjan lalu mulai berpikir dan menyusun rencana. Setelah habis memakan hasil buruannya, maka mereka kembali berburu lalu menggiring babi buruan mulai dari Malenyong, ke to' Ila’, ke Tombang, ke Suling Jawa, terus ke to’ Deata, terus ke Posi’ lalu sampai ke Babangan. Setelah di Babangan Bilonga, babi-babi tersebut barulah dibunuh. Setelah berhasil membunuh babi tersebut, Lunjan lalu pergi ke rumah yang diceritakan tadi kepadanya dan benar saja, Lunjan menyaksikan seperti apa yang diceritakan. Lalu Lunjan tertarik dan ingin menjadikannya sebagai istrinya. Lunjan lalu menjumpai orang tua si gadis tersebut untuk menyampaikan niatnya, namun niatnya tersebut terpaksa diurungkan karena Paetong menyuruh Lunjan kembali ke Ledan mengambil orang tuanya untuk kembali ke Bilonga menyampaikan niatnya, yakni melamar Tangnga Lalan. (berdasarkan adat istiadat yang berlaku saat itu bahkan sampai sekarang, urusan menentukan pernikahan adalah urusan orang tua dan keluarga). Kemudian Lunjan dan orang-orang yang bersamanya kembali ke Ledan untuk memberi tahu orang tuanya untuk kembali ke Bilonga melamar gadis yang dijumpainya. Akhirnya, Lunjan diterima dan menikah dengan Tangnga Lalan.

Catatan: Silahkan disadur dan jangan lupa menulis sumber. (Tulisan ini dilindungi Hak Cipta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar