Rabu, 17 Oktober 2018

Ekosistem Terumbu Karang Teluk Depapre dan sebuah ironi destructive fishing

Sebagaimana diketahui bahwa wilayah Papua dikenal sebagai kawasan mega-biodiversity, baik di darat maupun di pesisir dan lautnya. Kondisi ekosistem terumbu karang di wilayah Papua telah menjadi pusat perhatian dunia saat ini. Ironisnya, di beberapa tempat masih banyak dikaji namun di satu sisi sudah mulai mengalami kerusakan akibat pemanfaatan yang destructive.

Selasa, 16 Oktober 2018

Memahami dan Mengidentifikasi Mata Pencaharian Alternatif Masyarakat di Teluk Depapre Tanah Merah, Jayapura

Teluk Depapre yang berada dalam Ekoregion Laut 16 (berdasarkan jejaring kawasan Konservasi Perairan) dan atau WPP RI 717 (Wilayah Pengelolaan Perikanan), pada tahun 2015 telah diusulkan sebagai Calon Kawasan Konservasi Perairan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura. Selain itu, kawasan Teluk Depapre yang juga dikenal dengan kawasan Tanah Merah juga telah ditetapkan sebagai kawasan strategis penunjang pembangunan di Provinsi Papua melalui Perpres RI No. 65 tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat. Salah satu infrastruktur penunjang tersebut, yakni pembangunan dermaga penumpang dan pelabuhan peti kemas yang mulai dibangun pada tahun 2015.

Senin, 15 Oktober 2018

Belorundun, dan Kisah di Limbong Bura-Bura

Alkisah, di Buntu Lolok (terletak di Mongsia, sekarang Desa Sanggalangi’ Kecamatan Rantebua) lahir seorang gadis yang sangat cantik. Gadis tersebut bernama Belorundun adalah putri dari Puang Ri Lolok. (Dalam bahasa Toraja, Belorundun diartikan perhiasan yang sangat cantik). Kecantikan Belorundun sudah tersebar tidak hanya di dalam kampungnya sendiri tetapi juga terkenal hingga ke luar kampung. Oleh karena itu, banyak pemuda yang tertarik dan ingin mempersuntingnya. Seiring dengan waktu, Belorundun mulai dewasa atau memasuki usia berumah tangga di jaman itu. Sngkat cerita, banyak pemuda berniatnya mempersunting Belorundun. Karena sayangnya kepada anaknya Belorundun, maka Puang Ri Lolok memberikan kepercayaan kepada Belorundun untuk menentukan siapa pemuda atau laki-laki yang akan menjadi suaminya kelak. Dikisahkan ada 8 pemuda yang datang melamar sang putri.

Sekelumit Catatan Sejarah Berdirinya Basse Sang Tempe', Tondok Lamunan Lolo

Basse Sang Tempe' disingkat BASTEM merupakan salah satu kecamatan dalam pemerintahan Kabupaten Luwu. Kecamatan Bastem merupakan etnis yang berada di dataran tinggi pulau Sulawesi (Celebes) yang bersuku Toraja (Toraya). Basse Sangtempe’ berasal dari kata Basse, yang artinya perjanjian, Sang artinya satu, dan tempe’ artinya wilayah yakni sebutan untuk petakan sawah. Sehingga Basse Sangtempe’ diartikan sebagai satu kesatuan wilayah yang dibentuk atas dasar musyawarah dan kesepakatan masyarakat. Sekitar abad ke-15 kesatuan wilayah Basse Sangtempe’ di bentuk atas dasar musyawarah beberapa To Manurung atau Kapuangan diantaranya: Puang Ri Tabang, Puang Ri Tangdu, Puang Ri Si’ki, Puang Ri Tede, Puang Ri A’do’, Puang Ri Sinaji, Puang Ri Biduk dan lain-lain. Pemerintahan pada masa itu berbentuk perserikatan dan berpusat di A’do’ (Buntu A’do’) dan Tangdu sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi dipegang oleh Latte Pareppae yang bergelar Arung Ri Torajae.

Minggu, 14 Oktober 2018

Tiaitiki: Pengetahuan Lokal dan Lembaga Lokal untuk Mendukung Konservasi Laut di Teluk Depapre Provinsi Papua- Indonesia

Teluk Depapre yang terletak di Kabupaten Jayapura Papua berdasarkan jejaring kawasan Konservasi Perairan (KKP) Indonesia berada dalam Ekoregion Laut 16, pada tahun 2015 telah diusulkan sebagai Calon Kawasan Konservasi Perairan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura. Kawasan Teluk Depapre yang juga dikenal dengan kawasan teluk Tanah Merah telah ditetapkan sebagai kawasan strategis penunjang pembangunan di Provinsi Papua melalui Perpres RI No. 65 tahun 2011 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat. Salah satu pembangunan infrastruktur penunjang tersebut, yakni pembangunan dermaga penumpang dan pelabuhan peti kemas yang mulai dibangun pada tahun 2015. Penetapan kawasan strategis tersebut telah memicu tumbuhnya kawasan tersebut. Kondisi tersebut tidak hanya menimbulkan persoalan baru bagi masyarakat lokal tetapi juga menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya yang ada. Terbukanya kawasan dan masuknya masyarakat migran dapat memicu intensitas pemanfaatan sumberdaya secara berlebihan yang berpotensi menimbulkan konflik pemanfaatan sumber daya, bahkan juga berdampak pada lunturnya nilai-nilai budaya masyarakat local serta lunturnya kesadaran tentang pelestarian sumber daya.